Kamis, 28 April 2011

PMK 201/PMK.06/2010 PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 201/PMK.06/2010 TENTANG KUALITAS PIUTANG KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PIUTANG TIDAK TERTAGIH

1. Latar belakang penyusunan PMK 201
a) Memenuhi amanat Pasal 32 ayat (2) UU No. 17/2003, yakni “Standar akuntansi pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.”, maka disusun PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana telah diganti dengan PP No. 71 Tahun 2010.
b) Pasal 4 PP No. 71 Tahun 2010, ayat (1) Pemerintah menerapkan SAP Berbasis Akrual.... (4)....sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.” (Lampiran I Ilustrasi PSAP 01.A menyatakan akun Penyisihan Piutang)
c) Baris ke-4 s.d. 5 Bab VII A Buletin Teknis No. 06 tentang Akuntansi Piutang, yang menyatakan bahwa aset berupa piutang di neraca harus terjaga agar nilainya sama dengan nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value).
d) Baris ke-18 s.d. 21 Bab VII A Buletin Teknis No. 06 tentang Akuntansi Piutang yang menyatakan bahwa metode penyisihan piutang tidak tertagih lebih meyakinkan terhadap penyajian nilai yang dapat direalisasikan (net realizable value) yang tersaji di neraca.
e) Adanya temuan BPK yaitu sampai dengan tahun 2009 tidak ada ketentuan mengenai penyisihan piutang. Atas temuan tersebut, BPK merekomendasikan untuk menyusun kebijakan mengenai penyisihan piutang sesuai dengan Buletin Teknis No. 6 Standar Akuntansi Pemerintahan mengenai Akuntansi Piutang. Hasil dari tindak lanjut rekomendasi BPK adalah disusunnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.06/2010. Ketika PMK 201 Tahun 2005 diterbitkan, diketahui bahwa Peraturan Pemeritah Nomor 24 Tahun 2005 mengenai Standar Akuntansi Pemerintahan telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Hal ini menyebabkan salah satu konsideran dalam Peraturan Menteri Keuangan 201/PMK.06/2010 perlu dikoreksi sehingga acara sosialisasi ini baru terlaksana. Pada LKPP tahun 2009 (bagian Neraca) belum terdapat akun penyisihan piutang tidak tertagih karena belum ada penilaian atas penyisihan piutang. Besarnya jumlah piutang dalam Aset selalu sama dengan jumlah cadangan piutang di Ekuitas.

3. Komposisi piutang di Neraca tahun 2009

Total piutang dalam neraca LKPP tahun 2009 sebesar Rp 113,39 Triliun dengan komposisi sebagai berikut.
a. Piutang pajak sebesar Rp63,66 Triliun
b. Piutang Bukan Pajak sebesar Rp21,86 Triliun dengan rincian:
1) Piutang pada K/L sebesar Rp3,44 Triliun
2) Piutang pada BUN sebesar Rp18,42 Triliun terdiri dari
• Piutang Migas sebesar Rp16,43 Triliun
• Piutang Deviden dan Denda sebesar Rp1,08 Triliun
• Piutang Bukan Pajak Lainnya sebesar Rp0,91 Triliun
c. Piutang Lainnya sebesar Rp27,87 Triliun dengan rincian :
1) Uang Muka sebesar Rp5,76 Triliun
2) Bagian Lancar sebesar Rp5,09 Triliun
3) Piutang dari Kegiatan BLU sebesar Rp1,52 Triliun
4) Piutang Lain-lain sebesar Rp15,49 Triliun

4. Penyajian dan Pengungkapan setelah adanya Penyisihan Piutang Tidak Tertagih
Setelah Peraturan Menteri Keuangan 201/PMK.06/2010 diterapkan maka semua piutang harus dilakukan penilaian penyisihan piutangnya. Jumlah akun Cadangan piutang sama dengan jumlah akun piutang neto. Sebagai contoh, pada Neraca per 31 Desember 20XX tercatat pada sisi Aset yaitu Piutang sebesar Rp150.000.000,- dan Penyisihan Piutang sebesar Rp750.000,- sehingga total Piutang Neto sebesar Rp149.250.000,-. Sedangkan pada sisi Kewajiban dan Ekuitas Dana tercatat Cadangan Piutang sebesar Rp149.250.000,-. Dalam Catatan atas Laporan Keuangan diungkapkan lebih lanjut mengenai penggolongan kualitas piutang sehingga diperoleh jumlah Penyisihan Piutang Tidak Tertagih.

5. Tujuan Penyusunan PMK 201/PMK.06/2010
a. Mendukung akuntansi berbasis akrual atas laporan keuangan pemerintah sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan
b. Tidak ada cash-out
c. Mendukung terwujudnya good governance dalam pengelolaan keuangan negara secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab (Penjelasan UU No. 17/2003), di antaranya dalam hal:
• penyelenggaraan pencatatan piutang secara akuntabel
• penilaian kualitas piutang
• pemantauan realisasi penagihan piutang
• penatausahaan atas agunan atau barang sitaan yang berada dalam penguasaan

6. Konsiderans PMK 201/PMK.06/2010
a. Untuk melaksanakan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, laporan keuangan pemerintah menggunakan basis akrual untuk pengakuan aset
b. Aset berupa piutang di neraca harus terjaga agar nilainya sama dengan nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value)
c. Untuk menyajikan piutang kementerian negara/lembaga dengan nilai bersih yang dapat direalisasikan, diperlukan penyesuaian dengan membentuk penyisihan piutang tidak tertagih berdasarkan penggolongan kualitas piutang

7. Batang Tubuh PMK
a. Piutang Kementerian Negara/Lembaga (K/L) terdiri dari pokok, bunga, denda, dan/atau ongkos-ongkos lainnya .
b. Pada prinsipnya, piutang K/L merupakan piutang yang harus dibayar sekaligus, namun K/L dapat memberikan penundaan pembayaran atau pemberian ijin kepada debitor untuk melakukan pembayaran secara angsuran dengan syarat-syarat tertentu (lihat: Restrukturisasi)
c. Saat pengajuan penundaan dimaksud, beberapa jenis piutang mewajibkan debitor untuk memberikan agunan
d. Selain itu, dalam proses penagihan dengan surat paksa, dapat diperoleh barang sitaan yang dapat digunakan sebagai jaminan pelunasan piutang

8. Klasifikasi Piutang
a. Piutang Pajak yang meliputi di bidang:
1) perpajakan yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak
2) kepabean dan cukai yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
b. Piutang penerimaan negara bukan pajak (PNBP)
c. Piutang lainnya yaitu piutang yang menampung jenis piutang selain piutang pajak dan piutang PNBP, misalnya piutang yang berasal dari dana bergulir atau bantuan sosial.

9. Kualitas Piutang adalah hampiran atas ketertagihan piutang yang diukur berdasarkan kepatuhan membayar kewajiban oleh debitor. Penilaian kualitas piutang dilakukan dengan mempertimbangkan kepatuhan membayar yaitu jatuh tempo piutang dan upaya penagihan. Kualitas Piutang ditetapkan dalam 4 (empat) golongan, yaitu kualitas lancar, kualitas kurang lancar, kualitas diragukan, dan kualitas macet.

10. Penggolongan Kualitas Piutang PNBP dilakukan dengan ketentuan
a. Kualitas lancar apabila belum dilakukan pelunasan sampai sengan tanggal jatuh tempo yang ditetapkan;
b. Kualitas kurang lancar apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Pertama tidak dilakukan pelunasan;
c. Kualitas diragukan apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Kedua tidak dilakukan pelunasan;dan
d. Kualitas macet apabila
1) dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Ketiga tidak dilakukan pelunasan;atau
2) Piutang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Ketentuan mengenai penggolongan kualitas piutang PNBP sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak.

11. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggolongan Kualitas Piutang:
a. pajak di bidang perpajakan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak;
b. pajak di bidang kepabean dan cukai diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
c. pajak lainnya diatur dengan peraturan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan sesuai tugas dan fungsinya. Contoh Piutang Ganti Kerugian Negara, Piutang yang berasal dari Tuntutan Ganti Rugi, piutang bunga atas penerusan pinjaman Rekening Dana Investasi/Rekening Pembangunan Daerah (RDI/RDPI), dan lain-lain.

12. Persentase Penyisihan Piutang Tidak Tertagih
Kementerian Negara/Lembaga wajib membentuk Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang umum dan yang khusus, yaitu:
a. Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang umum ditetapkan paling sedikit sebesar 5‰ (lima permil) dari Piutang yang memiliki kualitas lancar.
b. Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang khusus ditetapkan sebesar:
1) 10% (sepuluh perseratus) dari Piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan;
2) 50% (lima puluh perseratus) dari Piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan; dan
3) 100% (seratus perseratus) dari Piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan.

13. Agunan dan barang Sitaan
Nilai agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih ditetapkan sebesar:
a. 100% (seratus perseratus) dari agunan berupa surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, surat berharga negara, garansi bank, tabungan dan deposito yang diblokir pada bank, emas dan logam mulia;
b. 80% (delapan puluh perseratus) dari nilai hak tanggungan atas tanah bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB) berikut bangunan di atasnya;
c. 60% (enam puluh perseratus) dari nilai jual objek pajak atas tanah bersertifikat hak milik (SHM), hak guna bangunan (SHGB), atau hak pakai, berikut bangunan di atasnya yang tidak diikat dengan hak tanggungan;
d. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai jual objek pajak atas tanah dengan bukti kepemilikan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau bukti kepemilikan non sertifikat lainnya yang dilampiri surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) terakhir
e. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai hipotik atas pesawat udara dan kapal laut dengan isi kotor paling sedikit 20 (dua puluh) meter kubik;
f. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai jaminan fidusia atas kendaraan bermotor; dan
g. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai atas pesawat udara, kapal laut, dan kendaraan bermotor yang tidak diikat sesuai ketentuan yang berlaku dan disertai bukti kepemilikan.
Agunan selain yang dimaksud diatas dapat diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.
Sedangkan nilai barang sitaan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih ditetapkan sebesar:
a. 100% (seratus perseratus) dari agunan berupa surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, surat berharga negara, tabungan dan deposito yang diblokir pada bank, emas dan logam mulia;
b. 60% (enam puluh perseratus) dari nilai jual objek pajak atas tanah bersertifikat hak milik (SHM), hak guna bangunan (SHGB), atau hak pakai, berikut bangunan di atasnya;
c. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai jual objek pajak atas tanah dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau bukti kepemilikan non sertifikat lainnya yang dilampiri surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) terakhir; dan
d. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai atas pesawat udara, kapal laut, dan kendaraan bermotor yang disertai bukti kepemilikan
Barang sitaan selain yang dimaksud diatas tidak diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih.

14. Piutang dengan Agunan/Jaminan
a. Piutang di Kementerian Keuangan, di antaranya:
1) Piutang pajak melibatkan jaminan berupa garansi bank, surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak, penanggungan utang oleh pihak ketiga, sertipikat tanah, atau sertipikat deposito. Diajukan dalam rangka pemberian angsuran atau penundaan pembayaran pajak
2) Piutang kepabeanan dan cukai melibatkan jaminan berupa uang tunai, jaminan bank, jaminan dari perusahaan asuransi, atau jaminan lainnya
3) Piutang Ganti Kerugian Negara melibatkan jaminan berupa sertifikat tanah dan/atau bangunan serta kendaraan bermotor
b. Piutang di Kementerian lainnya
Piutang dari Jasa Rumah Sakit melibatkan jaminan berupa asuransi, baik dari Pemerintah Pusat/Daerah maupun dari perusahaan.

15. Restrukturisasi
Kementerian Negara/Lembaga dapat melakukan Restrukturisasi terhadap Debitor sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal:
a. Debitor mengalami kesulitan pembayaran; dan/atau
b. Debitor memiliki prospek usaha yang baik dan diperkirakan mampu memenuhi kewajiban setelah dilakukan Restrukturisasi.
Kualitas Piutang setelah persetujuan Restrukturisasi dapat diubah oleh Kementerian Negara/Lembaga:
a. setinggi-tingginya kualitas kurang lancar untuk Piutang yang sebelum Restrukturisasi memiliki kualitas diragukan atau kualitas macet; dan
b. tidak berubah, apabila Piutang yang sebelum Restrukturisasi memiliki kualitas kurang lancar.
Dalam hal kewajiban yang ditentukan dalam Restrukturisasi tidak dipenuhi oleh Debitor, Kualitas Piutang yang telah diubah sebagaimana dimaksud diatas, dinilai kembali seolah-olah tidak terdapat Restrukturisasi.

16. Pencatatan Perubahan Jumlah Piutang
Dalam hal terdapat penghapusan, penambahan, atau pengurangan jumlah Piutang sebagai akibat pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, dilakukan pencatatan perubahan jumlah Piutang. Penghapusan Piutang oleh Kementerian Negara/Lembaga dilakukan terhadap seluruh sisa Piutang per Debitor yang memiliki kualitas macet. Penghapusan Piutang dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. Perlakuan akuntansi penghapusan Piutang dilakukan dengan cara mengurangi akun Piutang dan akun Penyisihan Piutang Tidak Tertagih sebesar jumlah yang tercantum dalam surat keputusan.
b. Dalam hal terdapat penambahan jumlah Piutang, pencatatan perubahan jumlah Piutang dilakukan dengan cara menambah akun Piutang sebesar selisihnya. Pencatatan penambahan jumlah Piutang dilakukan segera setelah penerbitan surat tagihan/persetujuan/keputusan.
c. Dalam hal terdapat pengurangan jumlah Piutang, pencatatan perubahan jumlah Piutang dilakukan dengan cara mengurangi akun Piutang sebesar selisihnya. Pencatatan pengurangan jumlah Piutang dilakukan apabila:
1) surat tagihan/persetujuan/keputusan telah terbit; atau
2) Restrukturisasi telah selesai dilaksanakan.

17. Pemberlakuan PMK 201/PMK.06/2010
Penyisihan piutang per 31 Desember (atau per tanggal laporan) bukan merupakan pertambahan penyisihan tahun berjalan dan tahun sebelumnya, melainkan diperhitungkan setiap tahunnya berdasarkan jumlah piutang sesuai dengan kualitasnya, sehingga setiap tahun dibuat perhitungan yang berbeda dari tahun sebelumnya sesuai dengan jumlah piutang berdasarkan kualitasnya. PMK ini mulai diberlakukan sejak diundangkan sehingga Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga tahun 2010 mengacu pada ketentuan:
a. Diungkapkan dalam CaLK pada LKKL Tahun 2010 (Audited) à bagi K/L yang sudah dapat menerapkan penyisihan piutang.
b. Disajikan pada Neraca dan diungkapkan secara memadai dalam CaLK mulai LKKL Tahun 2011 à bagi seluruh K/L.
Untuk penilaian agunan dan barang sitaan sebagai pengurang penyisihan piutang tidak tertagih, dilakukan secara bertahap dalam waktu 5 (lima) tahun.
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih, sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri
Keuangan ini, dinyatakan tetap berlaku.

18. Sanksi
Pelanggaran terhadap ketentuan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dari Menteri Keuangan.

sumber : BAHAN SOSIALISASI PMK 201/PMK.06/2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar